Minggu, 24 Mei 2020

Perempuan yang Tidak Beraroma Apapun

0

Mau jujur-jujuran?

Jujur, aku merasa kalah. Sejak awal dia sudah menang telak.

Melihat dari buku-buku bacaannya, jejak akademisnya, karya-karyanya, juga pengalaman orang yang pernah menghabiskan berjam-jam untuk diskusi dengannya, satu yang bisa kusimpulkan: dia sangat cerdas.

Dialah gadis berbau buku. Tolstoy, Murakami, Djenar, Seno hanyalah sedikit dari banyaknya penulis yang tulisan-tulisannya sudah jadi sahabat karibnya. Dia sudah menjelajahi dunia hanya dengan tenggelam dalam bacaan-bacaannya, sehingga dia bisa mengimbangi lawan diskusi yang paling berat sekali pun.


Sedangkan aku.. tubuhku tidak beraroma buku. Aku membaca hanya ketika aku memang sedang ingin membaca. Jika sedang semangat-semangatnya, dalam sebulan aku bisa menamatkan (hanya) 2 buku. Jadi ketika sedang layu-layunya, hanya 1 buku yang tersentuh dalam sebulan, atau bahkan hanya kubaca setengahnya.


Jadi sudah jelas, bukan? Aku kalah cerdas darinya.


Katai saja aku sebagai orang yang mudah membandingkan diri dengan orang lain. Sebab memanglah benar, salah satu kerapuhan diriku adalah sering membandingkan diri dengan orang lain.


Tetapi sepertinya sekali waktu aku harus menyelipkan surat ucapan terima kasih di bawah pintu rumahnya. Karena semakin aku merasa kalah darinya, semakin kusadari bahwa aku memanglah perempuan yang belum banyak tau, makanya aku harus lebih sering mencari tau.


Jujur, aku rasa, merasa kalah tidak sepenuhnya salah.

0 komentar:

Posting Komentar